Nama | Gema Trisna Yudha |
Kasus | Perselisihan Hubungan Industrial |
Kota Asal | Jakarta |
Setiap pekerja berhak mendapatkan kepastian hukum dalam bekerja, seperti kepastian status kerja, upah, dan jenis pekerjaan. Terkait status kerja, peraturan perundang-undangan telah menegaskan agar setiap perjanjian kerja -khususnya dengan waktu tertentu- disyaratkan melalui perjanjian kerja tertulis. Ketentuan ini termaktub dalam Pasal 57 UU 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang telah diubah melalui UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Belaid ini dimaksudkan agar pekerja mendapatkan kepastian status kerja oleh pengusaha. Sebab, jika syarat ini tidak ditegaskan akan berpotensi menimbulkan ketidak pastian ketika pengusaha mempekerjakan pekerja namun tidak disertai perjanjian kerja. Sehingga pekerja bisa saja tidak dapat menuntut hak-hak mereka jika dikemudian hari terjadi pemutusan hubungan kerja.
Kondisi ini sempat dialami Gema Trisna Yudha. Seorang jurnalis yang bekerja pada Alinea.ID hingga awal 2021 lalu. Sejak bekerja pada Mei 2018, dia tak sekalipun pernah menandatangani kontrak kerja. Pun baru mendapat tawaran Perjanjian kerja dengan waktu tertentu (PKWT) pada tahun keduanya. Namun kontrak itu urung disepakati lantaran adanya klausul yang merugikan bagi Gema.
Hingga Mei 2021, tak pernah ada kontrak kerja tertulis. Sampai kemudian Alinea.ID melakukan efisiensi, di mana Gema termasuk salah satu pekerja yang mengalami PHK. Selain layoff, pekerja juga hanya menerima sebagain kecil upah selama setahun.
Bak petir menyambar di siang bolong, Gema kehilangan pekerjaan di masa sulit kala Pandemi. Ditambah perusahaan enggan memberikan hak pesangon dan uang pernghargaan masa kerja setelah 3 tahun pengabdiannya. Alasannya sederhana, tidak ada perjanjian kerja dan perusahaan menganggap Gema berstatus kontrak.
Pada 17 Mei 2021, Gema mengadu pada LBH Pers melalui Posko Pengaduan Ketenagakerjaan Covid-19. LBH Pers kemudian memberi pendampingan dan bantuan hukum secara Cuma-Cuma sejak tahap bipartit, tripartit pada Sudin Ketenagakerjaan, hingga pengadilan hubungan industrial (PHI).
Gugatan didaftarkan ke PHI pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada 24 April 2022. Pada intinya kami menuntut dua hal. Pertama, perusahaan membayar kekurangan upah atas pemotongan yang dilakukan secara sepihak selama setahun. Kedua, perusahaan wajib membayar uang pesangon dan uang penghragaan masa kerja sebagai akibat PHK.
Setelah proses persidangan yang panjang, bukti dan saksi dihadirkan, majelis Hakim PHI pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akhirnya mengabulkan sebagian dari tuntutan penggugat. Hakim menegaskan hubungan kerja Gema dengan Alinea.ID adalah PKWTT atau lazimnya disebut, pekerja tetap. Dari pertimbangan tersebut, hakim mumutus sebagai akibat dari PHK, perusahaan wajib membayar tuntutan pesangon dan uang penghargaan masa kerja. Putusan itu dibacakan pada 16 Agustus 2022.
Terdapat tiga alasan hakim mengabulkan gugatan tersebut; pertama, ketentuan Pasal 57 UU Ketenagakerjaan yang mensyaratkan PKWT dilakukan melalui perjanjian tertulis; kedua, Gema merupakan editor pada Alinea.ID yang nyatanya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang media massa sehingga posisi jabatan itu merupakan pekerjaan utama; dan ketiga, terdapat fakta pada persidangan, masa kerja penggugat diawali masa percobaan. Diketahui bahwa ketentuan perundang-undangan, masa percobaan hanya dibolehkan pada pekerjaan yang bersifat sementara atau PKWT.
“…oleh karenanya, majelis hakim berpendapat bahwa karena jenis pekerjaan penggugat merupakan pekerjaan yang bersifat tetap dan penggugat belum pernah menandatangani perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), serta Penggugat juga hubungan kerjanya diawali dengan masa percobaan, maka perjanjian kerja antara penggugat dengan tergugat merupakan perjanjian kerja waktu tidak tertentu / pekerja tetap,” pertimbangan majelis Hakim pada perkara 146/Pdt.Sus.PHI/2022/PN.Jkt.Pst.