Kepada Yth.
Ketua Komisi III DPR RI Kepala Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI
Kami Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) dengan cermat memantau proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang akan segera dimulai pada masa sidang DPR RI periode saat ini.
Hasil pemantauan dan laporan kajian berbagai lembaga masyarakat sipil selama ini telah menunjukkan bahwa KUHAP 1981 sudah tidak lagi memadai sebagai rujukan utama dalam menjalankan proses peradilan pidana di Indonesia. Kami menilai bahwa model penegakan hukum pidana belum cukup memihak dan berkeadilan untuk kami masyarakat secara umum.
Hak-hak tersangka/terdakwa, saksi, korban, maupun pihak ketiga yang terdampak khususnya dari tindakan-tindakan penegakan hukum pidana masih belum cukup memadai dijamin melalui pengaturan pasal-pasal di dalam KUHAP saat ini, sehingga dalam praktik tidak dapat diakses secara efektif. Secara sistem yang dibangun, KUHAP 1981 juga menunjukkan betapa lemahnya mekanisme akuntabilitas/check and balances yang dijalankan pada seluruh tahapan mulai dari pra-adjudikasi, persidangan, hingga pemasyarakatan sehingga masih sangat rentan penyalahgunaan kewenangan. Hal tersebut juga diperparah dengan adanya ketidakberimbangan posisi (unfair trial) antara negara yang diwakili penyidik-penuntut umum dan warga negara yang didampingi advokat ketika menjalankan fungsi-fungsi pembelaan dan bantuan hukum.
Setidaknya, terdapat 8 (delapan) materi krusial yang perlu diatur dalam pembaruan KUHAP, yaitu:
Berdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan terhadap pasal-pasal KUHAP 1981 ini, untuk mengakomodir masuknya seluruh 8 (delapan) materi krusial tersebut, setidaknya terdapat 177 pasal dalam KUHAP 1981 yang sudah tidak lagi relevan dan perlu diubah dalam rangka menjamin pemenuhan hak asasi manusia, peneguhan prinsip due process of law, dan penguatan mekanisme check and balances. Di samping itu, pasal-pasal KUHAP 1981 juga perlu mengakomodir perkembangan-perkembangan hukum dari setidaknya:
Hal yang juga perlu diperhatikan oleh DPR dalam proses pembentukan RKUHAP adalah terkait dengan rumusan norma yang digunakan pasal per pasalnya. Ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu secara tegas penggunaan kata wajib bagi suatu ketentuan yang menjadi tugas dari pelaksana; serta memastikan ketentuan yang tercantum tidak sebatas pasal yang mengatur jaminan hak, tetapi dilengkapi dengan siapa yang bertanggung jawab dalam pemenuhan hak tersebut. Sebagai suatu UU yang ketentuannya akan berdampak kepada hak seseorang, maka rumusan normanya haruslah tegas, dan jika hukum acara pidana tidak dilaksanakan maka perlu ada ancaman sanksi kepada pelaksana atau konsekuensi batalnya proses hukum yang berjalan. Oleh karena itu, setiap tugas yang harus dilakukan oleh petugas harus menggunakan norma wajib, sehingga jika tidak dilaksanakan maka akan ada konsekuensi, baik terhadap petugas atau batalnya proses hukum yang sedang berjalan. Selain itu, pasal-pasal yang menjamin hak seseorang, terutama tersangka, terdakwa, terpidana, saksi, atau korban, harus disertai dengan ketentuan mengenai siapa yang bertanggung jawab untuk pemenuhan hak tersebut. Ketentuan itu penting untuk menegaskan siapa yang bertanggung jawab jika ada hak tersangka, terdakwa, terpidana, saksi, atau korban yang tidak terpenuhi.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas kami Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP menyerukan agar:
Hormat Kami,
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP
Narahubung:
Astatantica Belly Stanio – 082210946456