LBH Pers mengecam keras pernyataan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, kepada jurnalis yang meliput sidang kabinet paripurna pada 22 Januari 2025. Kelakar Presiden yang memposisikan hubungan jurnalis dengan pejabat publik seperti anak dan orang tua merendahkan peran jurnalis sebagai pilar keempat demokrasi sekaligus mengabaikan pemenuhan hak atas informasi.
Pers adalah elemen penting dalam menjamin hak atas informasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 28F UUD 1945 dan Pasal 4 ayat (3) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyatakan bahwa pers memiliki kebebasan untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi. Hak atas informasi merupakan hak asasi manusia yang wajib dijamin oleh negara sebagai bagian dari penyelenggaraan pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan demokratis. Pers dalam hal ini menghubungkan ketiga unsur eksekutif, legislatif dan yudikatif dengan masyarakat. Sehingga tidak sepatutnya Kepala Negara dalam hal ini Presiden yang kedudukannya setara di dalam sistem demokrasi memandang rendah institusi yang menjadi elemen demokrasi lainnya.
Permintaan Presiden kepada jurnalis untuk meninggalkan ruangan selama sidang kabinet paripurna dapat dibenarkan dalam konteks rapat tertutup. Menurut Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1951 tentang Dewan Menteri, “Rapat-rapat Dewan Menteri biasanya tertutup dan bersifat rahasia.” Hal ini menunjukkan bahwa rapat kabinet umumnya bersifat tertutup, terutama ketika membahas informasi yang berkaitan dengan keamanan negara, kepentingan perlindungan individu, atau rahasia tertentu yang sah secara hukum.
Namun, cara Presiden menyampaikannya dengan kelakar yang merendahkan justru menunjukkan arogansi dan sikap antipati terhadap pers. Sikap tersebut tidak hanya mencerminkan ketidakpahaman terhadap peran pers sebagai pengawas demokrasi, tetapi juga memperlihatkan kontrol berlebih atas informasi publik. Tindakan ini memperkuat kesan otoriter yang dapat mengancam kebebasan pers dan ruang demokrasi di Indonesia.
Pernyataan ini memperpanjang catatan buruk Presiden Prabowo dalam menyikapi pers, yang kerap menunjukkan sikap merendahkan kerja jurnalis. Sebagai kepala negara, tindakan seperti ini memberikan contoh buruk yang berpotensi melemahkan kepercayaan publik pada pers, serta membahayakan proses demokrasi yang sehat. Gestur pengusiran jurnalis dan perlakuan tidak hormat terhadap pers adalah ancaman nyata bagi kebebasan pers dan hak atas informasi.
LBH Pers menegaskan bahwa Presiden RI harus memahami peran pers bukan hanya sebagai pilar demokrasi, tetapi juga sebagai representasi masyarakat sipil. Kehadiran jurnalis bertujuan untuk memastikan transparansi, akuntabilitas, dan akses masyarakat terhadap informasi publik yang esensial bagi kehidupan demokrasi.
Oleh karena itu, LBH Pers mendesak:
Pernyataan dan tindakan Presiden harus sejalan dengan penghormatan terhadap demokrasi dan HAM. Negara wajib menjadi pelindung, bukan penghambat, bagi kebebasan pers.
Narahubung: