LBH Pers sebagai organisasi nirlaba yang melaksanakan kerja-kerja bantuan hukum Cuma-Cuma, memberikan pendidikan dan pelatihan hukum, melakukan penelitian, kampanye dan pengembangan jaringan serta advokasi kebijakan sebagaimana telah diuraikan pada poin-poin sebelumnya, mempunyai kepentingan terhadap kebijakan maupun kasus-kasus yang mengancam kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers.
Kepentingan tersebut dimaksudkan guna menjaga marwah demokrasi yang selama ini diperjuangkan oleh masyarakat sipil, melalui berbagai saluran komunikasi. Termasuk terhadap praktik pembatasan hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat.
Perkara yang melibatkan Haris Azhar dan Fatia menjadi satu dari sekian banyak kriminalisasi terhadap pendapat yang sah. Mereka berhadapan hukum setelah melayangkan kritik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan di kanal youtube.
Keduanya didakwa dengan dakwaan yang sama; Dakwaan Pertama: Pasal 27 ayat (3) jo. 45 ayat (3) UU ITE jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kemudian Dakwaan Kedua Primair: Pasal 14 Ayat (2) UU No. 1 Tahun 1946 jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, Subsidair Pasal 15 UU No.1 Tahun 1946 jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP serta Dakwaan Ketiga: Pasal 310 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Jaksa berdasarkan Pasal 27 ayat (3) jo. 45 ayat (3) UU ITE jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Haris akhirnya dituntut selama 4 (empat) tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp. 1.000.000_ subsider 6 bulan kurungan. Sementara Fatia dituntut 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan penjara dan denda pidana senilai Rp. 500.000_subsider
3 (tiga) bulan kurungan.
“Amicus Curiae” adalah istilah hukum, yang secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yang berarti “Friends of the Court” atau “sahabat pengadilan”.
Asal usul Amicus Curiae ini berasal dari Hukum Romawi. Sejak abad ke-9, praktek ini mulai lazim di negeri-negeri dengan sistem Common Law, khususnya di pengadilan tingkat banding atau pada kasus-kasus besar dan penting. Selanjutnya pada abad ke-17 dan 18, partisipasi dalam Amicus Curiae secara luas tercatat dalam All England Report.
Dalam sistem hukum Indonesia, pada umumnya dikenal adanya kewajiban hakim untuk mengadopsi nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat sebagaimana pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan:
“Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”. Dari norma ini, hakim tidak boleh hanya terpaku pada jenis-jenis alat bukti yang sudah diatur di dalam aturan tertulis saja tetapi juga harus menggali, mencari dan menemukan segala perkembangan hukum yang ada, salah satunya dalam bentuk Amicus Curiae yang dapat diberikan oleh pihak ketiga non-intervensi dalam kasus yang sedang diperiksa terutama kasus-kasus yang berdampak publik dan juga mengandung nilai-nilai hak asasi manusia.