Jakarta, 30 Agustus 2023 – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah membuka konsep Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 27/2022 Tentang Pelindungan Data Pribadi (RPP PDP) pada publik (30/8). Rancangan peraturan pelaksana UU PDP ini terdiri atas 245 pasal 10 bab dan total 45 bagian.
Terdapat 8 lingkup utama dari RPP PDP, antara lain data pribadi, pemrosesan data pribadi, hak dan kewajiban, transfer data pribadi, kerja sama internasional, kewenangan Lembaga Pelindungan Data Pribadi, sanksi administratif, dan penyelesaian sengketa dan hukum acara. Luasnya cakupan RPP tersebut sekaligus juga mengindikasikan banyaknya pemangku kepentingan yang harus dilibatkan dalam proses penyusunan peraturan ini.
Upaya pemerintah untuk mendeliberasi proses penyusunan RPP PDP ini tentu layak untuk diapresiasi. Hal itu paling tidak dapat dilihat dalam penyusunan kertas kerja sebagai basis konseptual RPP in, yang melibatkan multi-pemangku kepentingan, dan dibukanya kanal www.pdp.id sebagai saluran bagi tanggapan publik atas draft pertama rancangan. Kendati demikian, langkah-langkah baik tersebut masih menyisakan beberapa catatan penting untuk memastikan kembali partisipasi yang lebih luas dan bermakna, antara lain:
Pertama, pemerintah belum memastikan partisipasi penuh dan bermakna (full and meaningful participation) dari seluruh pemangku kepentingan, khususnya akademisi dan masyarakat sipil dalam proses perumusannya. Saat ini pemerintah cenderung terjebak dalam anggapan bahwa partisipasi masyarakat dalam perumusan perundang-undangan termanifestasikan dalam seminar-seminar, sosialisasi, atau lokakarya. Padahal terdapat tiga hal penting yang mendasari kebermaknaan dari sebuah partisipasi, yakni hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard), hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered), dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained).
Kedua, RPP belum mengakomodasi beberapa isu krusial dalam pemrosesan data pribadi yang beririsan dengan pemenuhan hak asasi manusia. Salah satunya adalah kejelasan terkait pelaksanaan beberapa klausul, khususnya persinggungan antara hak atas privasi dengan hak lainnya, seperti hak atas informasi dan kebebasan berekspresi, termasuk pula kebebasan pers. RPP PDP harus memberikan detail pengaturan terkait hal itu, agar dalam implementasinya nanti tidak membuka ruang ketegangan dan konflik di antara sejumlah hak tersebut.
Ketiga, perumusan RPP terfokus pada pengaturan pelaksanaan kewajiban dan penegakan hukum yang melibatkan pengendali/prosesor data yang berasal dari korporasi (sektor swasta), tetapi masih membuka sejumlah pertanyaan terkait efektivitas penerapannya terhadap pengendali/prosesor data badan publik. Selain itu, rancangan ini juga belum memperlihatkan kejelasan gradasi dalam pelaksanaan kewajiban pengendali data, dengan memperhatikan jangkauan dan kapasitas pemrosesan data yang dilakukan oleh pengendali data. Termasuk dalam pengaturan terkait sanksi, khususnya denda administratif, yang juga tidak merumuskan gradasi dalam penegakannya, dengan melihat tingkat usaha dari pengendali data (kecil, menengah, besar). Belum menjelaskan pula rujukan “total pendapatan/penerimaan” tahunan sebagai basis penerapan sanksi, apakah mengacu pada pendapatan/penerimaan secara keseluruhan (global) atau sebatas di Indonesia?
Keempat, dikarenakan banyak materinya yang jamak mengatur pengendali/prosesor data dari korporasi, proses penyusunan RPP ini terkesan cenderung mengutamakan pelibatan sektor privat. Padahal tujuan utama hukum pelindungan data pribadi adalah melindungi hak-hak subjek data, sebagai bagian dari hak konstitusional warga negara. Oleh karenanya, subjek data mestinya dapat dilibatkan secara aktif dalam proses penyusunan RPP ini, agar produk akhirnya dapat mengakomodasi secara baik kepentingan dari subjek data. Pelibatan subjek data ini dapat diwakili oleh kelompok konsumen sebagai pengguna layanan, kelompok rentan, pendamping konsumen, asosiasi-asosiasi profesi, dan pihak-pihak lain yang selama ini datanya dikumpulkan dan diproses, yang seharusnya menjadi sentral dalam politik hukum perumusan hukum pelindungan data pribadi.
Partisipasi bermakna dari seluruh pemangku kepentingan, khususnya masyarakat terdampak dan kelompok rentan, dalam penyusunan RPP PDP ini penting ditekankan, agar mampu mengakomodasi pengalaman serta kerugian potensial akibat UU PDP secara umum. Hal ini sejatinya untuk menjamin tidak semata-mata terkait representation in presence, namun representation in ideas, sebab keterwakilan fisik dalam acara-acara formal saja belum tentu mencerminkan keterwakilan gagasan atau aspirasi. Oleh karenanya kami, Koalisi Advokasi Pelindungan Data Pribadi, mendorong pemerintah untuk: